
Empon Manggi Bu Warni
Di sudut Kampung Semanggi, Pasar Kliwon, Solo, ada satu rumah yang setiap paginya selalu harum rempah. Di sanalah Ibu sederhana bernama Ibu Warni tinggal dan menjalankan usahanya. Berawal dari sakit yang dideritanya, Ibu Warni meracik jamu temulawak hingga akhirnya sembuh dan menjual jamu buatannya di pasar. Sejak itu, usahanya “Empon Manggi” semakin dikenal luas dan diminati banyak orang.
Dulu Dikemas dalam Botol Bekas, Kini Jadi Produk Berkualitas
Ibu Warni bercerita bahwa dirinya menjalankan usahanya secara mandiri dengan pengalaman yang belum terlalu banyak. Karena keterbatasan biaya dan pengalaman, ia menggunakan botol bekas air mineral untuk mengemas jamunya hingga komentar negatif membuatnya terpukul dan sempat berhenti berjualan.
Perubahan besar dalam perjalanan usaha Ibu Warni dimulai saat ia bergabung dengan komunitas UMKM di lingkungannya. Dari situlah, ia dikenalkan dengan program pelatihan DIVA UMKM. Wawasan dan keterampilan Ibu Warni dalam berwirausaha berkembang pesat. Salah satu mentor pelatihan mengajarkan bagaimana kemasan yang bagus, teknik pengambilan foto dan video yang baik sehingga orang banyak yang tertarik. Akhirnya, Bu Warni mempunyai foto dan logo yang menarik. Perlahan namun pasti, respon pasar mulai berubah. Banyak orang yang mulai memperhatikan produknya. Banyak yang tertarik dari tampilan kemasannya. “Kok bagus kemasannya. Bisakah aku pesan satu botol ini, Mbak?” tanya pembeli. Dengan percaya diri, Bu Warni menjawab “bisa, (bahkan) mau dijual lagi bisa.”
Pelanggan bahkan mulai datang dari luar daerah. Ada yang menemukan produknya lewat Google Maps dan bertanya, “Ini ada jamu temulawak, ada juga jamu untuk keputihan, ya, Mbak? Itu seperti apa?” Bagi Ibu Warni, itu semua berkat penampilan produk yang semakin meyakinkan. “Packaging dan logonya sangat membantu. Dulu belum punya dua hal tersebut, masih belum percaya diri berjualan”, ujar Ibu Warni.

Perubahan Bisa Dimulai dari Rasa Ingin Tahu
Salah satu momen yang paling membekas bagi Ibu Warni selama mengikuti pelatihan DIVA UMKM terjadi saat sesi mengedit foto produk. Di tengah pelatihan, ia merasa kesulitan dalam menggunakan aplikasi edit foto, bahkan sampai merasa panik karena takut salah. Ia pun ragu untuk bertanya karena malu dirinya sudah tidak lagi muda. Namun, semangatnya untuk belajar lebih besar dari rasa malunya. Setelah menahan diri cukup lama, ia akhirnya memberanikan diri bertanya kepada salah satu mentor. “Maaf Mas, ini gimana caranya ambil fotonya?” tanya Ibu Warni. Tidak berhenti disitu, karena rasa ingin tahu yang besar, Ibu Warni bertanya kembali, “Mas, saya mau tanya dulu, jangan pergi. Tadi itu ngekliknya gimana?”. “Namanya juga sudah tua, tapi saya ingin maju,” tambahnya.
Perasaan Ibu Warni bercampur antara haru dan bangga. Dalam hati ia berkata, “Andai dari dulu saya tahu ilmu seperti ini. Tapi tidak apa-apa, sekarang saya belajar dari nol. Dari benar-benar belum bisa, sampai sekarang bisa punya logo, kemasan, dan memasarkan dengan percaya diri.

Meski banyak kemajuan telah diraih, Ibu Warni menyadari bahwa perjalanannya belum selesai.
Kini Ibu Warni mampu memasarkan produknya secara aktif, setiap hari ada 10 dikirim ke Keprabon, kadang 20 botol, kadang dijual lagi. Ia bahkan sudah menerima pesanan dalam jumlah besar. “Awalnya, saya ikut UMKM Pasar Kliwon di kecamatan. saya ditawari sama orang situ, terus saya display di sana, terus orang-orang lihat, merasakan, lalu membeli. Setelah itu pesan 300 untuk acara.”

Cerita Diva Lainnya

Malessa Fashion, Perca dari Tipes yang Menyatukan Ibu dan Anak
Di gang-gang Tipes yang ramai, suara mesin jahit kerap terdengar dari rumah sederhana milik Madu Mastiti. Dari potongan kain perca, ia membangun Malessa Fashion, sebuah usaha yang ia namakan dari gabungan dirinya dan sang anak, Alesha. Keputusan meninggalkan pekerjaan kantoran demi lebih dekat dengan keluarga justru membuka jalan baru, jalan yang penuh keberanian, disiplin, dan semangat untuk terus bertumbuh.
Baca selengkapnya
Dari Penjual Kosmetik Berlanjut Meniti Usaha Keripik
Dari Mojogedang, Karanganyar, Ibu Dita mulai dikenal di masyarakat berkat keripik gatot yang khas. Seorang ibu yang tak hanya cekatan sebagai pebisnis, tapi juga sebagai seorang ibu. "Marvel" adalah merek keripik yang diambil dari nama anaknya, harapannya agar nama tersebut terus melekat di hati banyak orang. Awalnya, Ibu Dita adalah penjual kosmetik sejak tahun 2012. Namun pada 2024, ia mulai merintis usaha keripik berbahan dasar gatot, singkong fermentasi khas Jawa, yang gurih dan khas.
Baca selengkapnya
Langkah Kecil dari Nglinggi Menuju Mimpi yang Tak Henti
Deru mesin jahit di sebuah sudut Desa Nglinggi, Klaten, menjadi saksi perjalanan seorang perempuan bernama Rani Agung Pujiastuti. Setiap jahitan kaos yang Ia kerjakan, mimpi demi mimpi dan harapan demi harapan pun terwujud. Keputusannya untuk pulang kampung bukan akhir cerita, melainkan awal dari lembaran baru yang penuh keberanian dan semangat untuk terus belajar.
Baca selengkapnya